Senin, 01 Maret 2010

Bahasa Indonesia 2 (Artikel 8)

Nama : Abhina Sakti Dangianjar

NPM : 10207007

Tugas : Bahasa Indonesia

Judul : Artikel






Di Tengah Korban Bom, Nasir Abas Merinding

Sabtu, 27 Februari 2010 | 14:40 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com- - Mantan Komandan Jamaah Islamiyah, Nasir Abbas merinding dan menitikkan air mata saat para korban bom terorisme kembali menguak tragedi bom yang terjadi di Indonesia, dalam sebuah diskusi yang digelar Asosiasi Korban Bom Terorisme di Indonesia (Askobi). Walaupun peristiwanya sendiri sudah berlalu, namun banyak korban yang terpaksa menanggung cacat seumur hidup akibat aksi bom itu.

Sebenarnya saya menggigil. Saya merinding, dan hampir menangis.

"Sebenarnya saya menggigil. Saya merinding, dan hampir menangis. Saat ini saya berkumpul dengan teman-teman korban akibat aksi bom telah menyebabkan kecacatan seumur hidup," kata Nasir, dengan mata berkaca-kaca, di Hotel Borobudur, Jakarta, Sabtu (27/2/2010).

Nasir mengaku menyesal karena pernah menjadi aktivis Jamaah Islamiyah, yang disebut sebagai organisasi terorisme. Saat masih aktif, dia mengaku pernah melatih aktivis Jamaah Islamiyah lainnya untuk berperang di daerah konflik. Dia juga pernah belajar soal perang dan cara membuat bom. Awalnya, Nasir menjadi aktivis Jamaah Islamiyah karena mengemban misi ke Afghanistan membela agamanya.

Namun, dia mengaku tidak tahu menahu kalau ternyata hasil latihannya itu kemudian disalahgunakan.

"Waktu itu saya melatih orang untuk berperang, menjadi tentara di daerah konflik. Tentu saja dalam perang selalu akan ada penderitaan. Tetapi tidak pernah ada dalam pikiran saya, mereka akan menyalahgunakannya dengan korban masyarakat sipil dan fasilitas sosial," sesalnya.

Karena merasa aksi teror yang dilakukan oleh teman-temannya sudah salah arah, Nasir yang saat itu sudah menjadi petinggi Jamaah Islamiyah memutuskan untuk keluar pada tahun 2003. Dia tidak peduli dengan cap kafir yang distempel olah orang-orang Jamaah Islamiyah. Setelah menanggalkan status petinggi Jamaah Islamiyah, Nasir kini menata hidupnya menjadi peneliti terorisme. "Saya dibilang kafir, dibilang pengkhianat. Saya tidak peduli. Agama saya tetap Islam, tetapi teror apa pun bentuknya tetap salah," tandasnya.

Menurutnya, terorisme terjadi karena adanya pemahaman agama yang keliru dan kemudian diikuti oleh para penganutnya. "Terorisme itu terjadi karena ideologi yang salah. Semuanya saja bisa terpengaruh," katanya.

Ket :

Orange = Argumentasi

Coklat = Penalaran

Tidak ada komentar:

Posting Komentar